Ijtihad adalah kemampuan melahirkan hukum Islam dari dalil² yg bersifat komperehensif.
Taklid adalah mengikuti pendapat ulama dalam pelaksanaan ibadah dan hukum² Islam.)
Menurut mayoritas ulama, wajib hukumnya bertaklid (mengikuti) pendapad ulama mujtahid (mazhab) dan mengambil fatwa mereka, kewajiban tersebut atas siapa pun yg tidak memiliki kapasitas berijtihad.
Selagi dia belum mampu berijtihad, maka wajib taklid, walaupun telah memiliki ilmu² penunjang ijtihad. Supaya ia gugur dari kewajiban taklid, harus mengikuti mazhab tertentu sesuai keinginannya.
Berdasar pada firman Allah: "Maka bertanyalah kalian pada ahli (ulama), jika kalian belum mengetahui."
Allah mewajibkan bertanya atas orang yg tidak tahu. Hal itu bermakna taklid kepada seorang ulama. Dan ini berlaku pada setiap orang.
Orang² awam sudah ada dan terus ada sejak zaman para sahabat dan tabi'in. Mereka bertanya dan meminta fatwa pada ulama mujtahid, serta mengikutinya dalam hukum² syariat. Para ulama juga sigap menjawab persoalan umat tanpa menyebutkan dalilnya.
Hal ini (menjawab hukum syariat tanpa menyebutkan dalil untuk orang awam) bukan merupakan hal yg dilarang. Tidak ada satu pun ulama yg menentang metode ini. Maka, mengikuti ulama adalah wajib. Karena pemahaman orang awam terhadap Al-Qur'an & sunah tidak bisa dipertimbangkan....
....Jika tidak sesuai dg pemahaman ulama yg kompeten. Setiap ahli bid'ah dan orang yg tersesat memahami Al-Qur'an & sunah dan mengambil hukum darinya secara serampangan. Padahal semuanya itu batal. Maka mereka selalu membutuhkan arahan untuk menuju kebenaran.
BOLEHNYA PINDAH MAZHAB
Wajib bagi umat awam untuk menetapi mazhab tertentu pada setiap kejadian atau peristiwa. Semisal ia telah bermazhab syafi'i, maka ia tidak harus selalu mengikuti mazhab syafi'i. Boleh baginya berpindah mazhab pada selain syafi'i.
Orang awam yg tidak mampu mengolah dalil hingga melahirkan hukum, juga tidak membaca kitab² dalam mazhabnya, jika ia mengatakan: "Saya bermazhab syafi'i", maka omongannya tidak begitu dianggap.
(Maksudnya, jika padanya terjadi kesalahan dalam tata cara ibadah mazhab syafi'i yg menyebabkan tidak sah, bisa dicarikan pembenaran dan pengesahan dari mazhab lain)
Dikatakan bahwa menetapi satu mazhab dan tidak boleh berpindah mazhab hukumnya wajib. Sebab orang yg memilih mazhab tertentu, ia tentu meyakini bahwa mazhab yg ia pilih adalah mazhab yg paling benar. Maka ia wajib menetapi keyakinan tersebut dg mengikutinya tanpa berpindah mazhab
Bagi seorang yg taklid, boleh berpindah mazhab imam lain pada keadaan (kejadian) tertentu. Misalnya, ia mengikuti mazhab syafi'i dalam melaksanakan shalat zuhur. Kemudian mengikuti mazhab lain dalam melaksanakan shalat asar.
Bertaklid setelah selesai melakukan ibadah adalah hal yg boleh.
(Penjelasan dari penyataan di atas insyaallah mudah dipahami melalui penggambaran kasus)
Misalnya, ada penganut mazhab syafi'i shalat. Ia meyakini bahwa shalatnya sah menurut mazhab syafi'i. Ternyata setelah selesai, terdapat hal yg membatalkan shalatnya menurut mazhab syafi'i, namun tetap sah menurut mazhab lain. Maka hukum shalatnya tetap sah & tdk perlu mengulang.
• • •

